WOLO MADOWARA....................................

Wolo Madowara/Hobata........


Forum ini kiranya menjadi tempat torang samua bisa bakukanal dan bacarita walaupun jauh saling berjauhan......tapi bisa menjadi ajang pembelajaran

Monday, July 26, 2010

Sadadu (Rumah Adat suku Sahu)

Wolo...adalah sapaan khas bersahabat masyarakat etnis Sahu....suatu sapaan yang khas dilontarkan oleh orang-orang Sahu ketika bertemu dengan sesama. entah itu dengan orang yang dikenal maupun tidak dikenal. Sehingga siapa saja yang datang berkunjung ke daerah ini akan merasa nyaman dan aman. Seperti dengan daerah - daerah lain yang ada di Indonesia, Masyarakat Halmahera Barat memiliki beberapa etnis suku yang memiliki keragaman adat dan budaya yang unik, dan dibalik keragaman adat dan budaya ini menjadikan masyarakat Halmahera Barat melengkapi keberagaman yang ada di NKRI. Etnis Sahu memiliki Rumah adat " Sasadu' adalah tempat untuk merayakan pesta syukur panen raya padi yang dimiliki oleh etnis Sahu di setiap desa. Sasadu adalah juga menjadi tempat untuk bermusyawarah dalam masyarakat Sahu. Konstruksi dari bangunan ini sangat unik dan memiliki arti filosofi tersendiri. Bangunan ini beratapkan daun sagu yang dianyam dengan sangat baik sehingga bisa bertahan lama dan tidak memiliki pintu sehingga terbuka lebar untuk jalan masuk yaitu bisa dari depan atau belakang. Bubungan atap yang menjulang tinggi pada kedua ujungnya tergantung dua buah bulatan yang dibungkus dengan ijuk yang merupakan symbol dari dua kekuatan supranatural yang diyakini oleh masyarakat Sahu. Kekuatan supranatural yang satu memiliki kekuatan mengguncangkan dan membinasakan bagaikan gempa yang dahsyat, sedangkan kekuatan yang supranatural yang lain memiliki kekuatan sebagai benteng pertahanan dan perlindungan yang kekal bagaikan gunung batu, tetapi saat ini masyarakat Sahu telah melepaskan keyakinan tersebut dengan mengimani Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai pencipta semuanya. Kedua, dalam rumah adat Sasadu tidak ada paku atau sekrup yang mengkaitkan antar satu balok/pilar dengan pilar yang lain, dan ini mengandung arti bahwa tidak ada paksaan dalam membangun komunikasi atau hubungan antar sesama, semuanya berlangsung secara sukarela, sehingga siapapun yang masuk dalam rumah adat sasadu ini di perbolehkan baik itu masyarakat asli maupun suku pendatang, semuanya yang datang dalam sasadu adalah saudara. Ketiga posisi bubungan yang lebih tinggi dari rumah penduduk dan atapnya yang lebih rendah dari rumah penduduk, menunjukkan arti bahwa Hubungan yang lebih tinggi adalah Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Kuasa) dan semua orang yang masuk kedalam Sasadu harus merendah, menghormati kepada sang Pencipta dan kepada sesama. Keempat didalam rumah adat Sasadu, tidak ada dinding pada enam pintu tempat jalan masuk dan keluar. dua pintu untuk jalan masuk keluar bagi perempuan, dua pintu bagi para lelaki dan dua pintu bagi pemerintah dalam hal ini para tamu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam rumah adat Sasadu terbuka untuk semua orang, baik antar sesama warga desa maupun masyarakat luar tanpa membedakan golongan darimanapun dia berasal
Dalam Rumah adat Sasadu terdapat kaluka sebanyak dua buah, yaitu ukiran kayu berbentuk haluan dan buritan perahu yang di tempatkan pada kedua ujung bubungan Sasadu yang memiliki arti perahu yang sedang berlayar. Etos ini sangat terkenal dengan masyarakat Sahu yang merupakan salah satu suku yang suka berlayar atau berpetualang. sehingga hal ini dipercaya bahwa dalam berlayar mengarungi samudera kehidupan selalu di pimpin oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Replikasi perahu layar inilah yang dibawa ke darat dalam bentuk di dalam Rumah adat Sasadu yang disebut "Kagunga tego-tego yang artinya perahu perang yang ada di darat. Selain itu ada pemasangan bendera besar (panji) dan pemasangan bendera kecil (dayalo) serta pemasangan hiasan sekeliling rumah adat sasadu dengan kain putih yang dirancang berbentuk bukit-bukit kecil (paturo) yang melambangkan kekuasaan pemerintah yang berdaulat dalam NKRI. Dalam Pesta syukur panen ini di meriahkan dengan tarian legu - salai dan biasanya di rayakan selama tujuh (7) hari tujuh malam tapi uniknya tidak ada yang mabuk walaupun arak menjadi minuman utama dan tidak ada yang berkelahi karena ada sanksi adat kepada siapa yang mabuk atau berkelahi dan itu di patuhi oleh masyarakat adat sampai saat ini. .....demikian carita awal perjumpaan semoga akan berlanjut di episode lainnya

No comments:

Post a Comment